Minggu, 15 Desember 2013

curahan hati

seseorang dapat mendapatkan anugrah jika ia mampu dan mau berusaha


setiap masalah yang saya hadapi membuat saya semakin dewasa

CINTA SEGITIGA

Malam ini aku sebenarnya masih ingin bersama Kak Renosa terus. Tapi, ternyata mama menjemputku. Padahal tadinya Kak Renosa berniat mengajak aku pegi nonton konser setelah pulang dari pentas Pramuka. Terpaksa gagal acara nonton konser bersama Kak Renosa.

Tapi kenapa aku jadi kesal ya gara-gara acaraku dan Kak Renosa gagal? Nggak mungkin kan aku ada rasa sama Pembina Pramukaku itu. Apa mungkin karena tadi siang aku habis putus sama Putra, jadi aku ngrasa kesepian. Sehingga acara pergi bersama Kak Renosa aku anggap sebagai obat sakit hati. Ah biarlah. Besok perasaan ini pasti juga sudah hilang.

Oh Tuhan!
Pagi ini Kak Renosa mengirimi aku sms untuk membangunkanku dari mimpi. Kenapa aku merasa keGRan begini? Apa mungkin gara-gara kejadian semalam, telah menumbuhkan benih-benih cinta? Jangan sampai terjadi deh! Gak umum banget kalau sampai terjadi.

Sejak sore, Kak Renosa sudah ngajak aku smsan. Biasa, isinya cuma sekedar basa-basi. Aku pun juga tidak terlalu peduli. Karena aku masih sedikit memikirkan Putra. Hingga akhirnya aku benar-benar terkejut dan peduli dengan sms Kak Renosa yang satu ini.

From:
K.Re : Y km gmn, mau ga. Eh seandai y km jd pacar q gt gmn y. Menurut km bs pa ga. Eh ni seandaine lo. Km mau pa ga ?

Satu sms ini sudah bikin aku langsung mau pingsan. Belum lagi sms yang selanjutnya. Lalu di akhir sms, Kak Renosa benar-benar nembak aku. OMG !!! Aku langsung cerita aja ke Laurent, sahabatku. Dan Laurent pun sama gak percayanya kayak aku. Dia bahkan berkata,”Rhasya, Kak Re itu masih termasuk guru kita!!! Umurnya pun pasti di atas 25 tahun. Sedangkan kamu sendiri masih kelas 3 SMP. Emangnya kamu mau? Dan ingat, Kak Re masih punya pacar.”
Aku pun memutuskan untuk menjawab perasaan Kak Re besok. Tidurku nggak bisa nyenyak, bahkan Kak Re sampai kebawa di mimpi. Aku terbayang-bayang wajah Kak Re terus.

Hari ini aku ada pembinaan Pramuka tambahan selama 2jam. Otomatis aku bakal ketemu Kak Re. Aku benar-benar belum siap untuk ketemu Kak Re. Karena aku juga belum nyiapin jawaban perasaanku. Pada waktu ketemu di depan R. Kepala Sekolah, Kak Re bertanya dengan keras,”Gimana jadinya?”. Aku cuma bisa tersenyum. Di akhir pembinaan pun Kak Re juga menanyakan hal itu lagi sambil menarik-narik tasku. Aku jadi semakin bingung. Aku belum siap jawabannya. Tapi di sisi lain, sepertinya Kak Re serius nembak aku. Cuma status kita itu Pembina dan murid. Jadi aku mesti mikir dua kali untuk menjawab pertanyaan itu. Belum lagi Kak Re yang masih punya pacar. Aku benar-benar nggak konsen seharian ini.
Pulang sekolah, Kak Re melanjutkan sms yang kemarin. Aduh, mau aku balas tapi ragu-ragu, nggak dibalas malah kasihan Kak Re. Akhirnya aku balas tapi dengan jawaban yang sama. Yaitu “Bingung”. Mau nggak mau aku harus jawab besok pagi. Aku sudah janji sama Kak Re. Dan janji harus ditepati. Dan malam ini aku kembali nggak bisa tidur lagi.

Esok ini, aku sudah menunggu Kak Re di depan ruangannya. Tapi tiap aku mau ngomong, aku selalu bimbang. Akhirnya kutunda hingga pulang sekolah. Padahal, selama pulang sekolah aku sama Kak Re terus di sanggar Pramuka. Entah kenapa aku masih bimbang juga. Aku pun pulang dengan perasaan yang masih terbebani.
Akhirnya kuputuskan buat jawab lewat sms. Aku tunggu beberapa jam, smsku belum dibalas-balas juga. Akupun berpikir, mungkin Kak Re sudah lelah menanti jawaban dariku. Tapi sore harinya, smsku dibalas juga. Lalu dengan segera, aku langsung jawab pertanyaan Kak Re.
To:
K.Re : Qw jwb “IYA”…

Cuma 3 kata itu yang aku kirimkan. Dan kita pun jadian juga. Awalnya, aku ngrasa nggak yakin dengan kisah cinta ini. Baru 2hari jadian, aku sempat berpikir buat mutusin dia karena faktor status. Tapi Laurent melarangku. Dia bilang itu sama saja aku mempermainkan Kak Re. Akhirnya aku coba jalani semua ini. Dan ternyata berhasil. Perlahan-lahan aku mulai terbiasa dengan cara pacaran kita yang “Backstreet”. Walaupun begitu, ada satu yang masih tertinggal di hatiku. Pacar Kak Re. Aku nggak mau dituduh yang enggak-enggak. Aku sudah berusaha bilang pada Kak Re kalau aku nggak mau diduakan. Tetapi Kak Re hanya bisa berkata,”Sabar.”

Tak terasa hubungan kita sudah 2 minggu. Dan di minggu kedua inilah mulai timbul masalah. Sewaktu aku telepon Kak Re, dia cerita kalau pacarnya tahu hubunganku dengan Kak Re. Aku pun takut setengah mati. Apalagi pacarnya lebih tua daripada aku. Bisa-bisa aku dilabrak. Sebenarnya ini juga salahku sendiri kenapa mau menerima Kak Re. Di telepon itulah aku langsung mutusin Kak Re. Paginya, Kak Re bersikap seolah tidak pernah putus. Aku sempat menghindar. Karena aku sendiri nggak rela mutusin Kak Re. Pulang sekolah, Kak Re ngajak aku ngobrol. Terus aku coba tegasin hubungan kita sekarang. Tapi Kak Re meminta untuk tetap lanjut. Jujur, aku juga masih ingin bersama Kak Re. Aku pun menerima Kak Re kembali.

Setelah kejadian itu, kupikir sudah tidak ada lagi kejadian lain yang terjadi di antara kita. Tapi ternyata dugaanku meleset. Seminggu kemudian saat aku baru saja bangun dari tidur siang, tiba-tiba aku mendapat sms dari nomer tak dikenal. Setelah kubaca isinya, aku langsung sadar kalau itu adalah sms dari pacar asli Kak Re. Aku benar-benar takut kali ini. Tanpa pikir panjang, aku segera mutusin Kak Re lagi lewat sms.

Ini benar-benar keputusan terakhirku. Sejak saat ini dan selamanya, aku nggak mau dekat lagi sama Kak Re. Walaupun sebagai muridnya. Aku sudah terlanjur sayang dan cinta banget sama Kak Re, tapi sekarang aku juga sudah terlanjur sakit hati. Aku benar-benar nggak mau lihat muka Kak Re lagi di sekolah.

Hari ini, aku sengaja menghindar dari Kak Re. Tiap aku tahu Kak Re mau lewat jalan yang sama kayak aku, aku selalu sembunyi di kelas terdekat. Sampai istirahat pertama, aku berhasil menghindar dari Kak Re. Aku cuma ngelihat mukanya dari jauh. Aku nggak pingin Kak Re tahu kalau aku masih merhatiin dia.

Ketika aku duduk rame-rame dengan teman-teman se-genk di kantin, Bu Yuni menyuruhku untuk fotocopy daftar nilai di kantor. Ugh, sia-sia usahaku menghindar dari Kak Re hari ini. Karena di sekolah, Kak Re lah yang biasa melayani untuk fotocopy. Berarti aku mau nggak mau harus ketemu Kak Re juga. Pas sudah sampai di kantor, aku Cuma bilang fotocopy, sedetikpun tidak memandang wajahnya. Lalu katanya, “Tinggal aja dulu. Masih antri soalnya.”. Tanpa basa-basi aku langsung meninggalkan kantor. Benarnya nggak sopan juga. Tapi kali ini aku nggak peduli sama etika kesopanan kalau berhadapan sama Kak Re. Soalnya aku benar-benar sakit hati. Setengah jam kemudian, aku mengambil fotocopyan itu. Aku juga nggak bilang makasih sedikitpun. Dan saat aku membaca mading, Kak Re kebetulan lewat dan memegang pundakku seraya bertanya,”Nggak pulang tah?”. Tapi aku sama sekali menggubrisnya. Benar-benar bukan sikap murid pada umumnya. Yah…Cinta ini juga tidak semestinya. Hari pertama setelah aku putus dengan Kak Re begitu berat bagiku. Malamnya aku langsung sms supaya besok bisa ngomong sebentar cuma buat ngejelasin masalah ini.

Berhari-hari aku sudah berusaha nyempetin waktuku buat ngomong sama Kak Re. Karena ku ngrasa ada yang masih tertinggal di hatiku kalau aku nggak ngomong langsung sama Kak Re. Tetapi berhari-hari juga Kak Re sibuk. Jadi gak ada waktu buat ngomong sama aku.

Ya beginilah akhir kisahku dengan Kak Re. Yang hanya menyisakan puing-puing hati yang sudah hancur. Tak terasa seminggu lebih kulalui tanpa Kak Re. Entah kenapa bayangan Kak Re masih menghantui hari-hariku. Mimpiku selalu dipenuhi kehadiran Kak Re. Semuanya tentang Kak Re belum bisa hilang dari hatiku. Aku sudah berusaha mencobanya. Rupanya sia-sia. Aku benar-benar masih sayang Kak Re.

Suatu malam, Kak Re meneleponku. Dia berkata kalau dia juga masih sayang aku. Tetapi dia bingung harus gimana. Dia bilang biar waktu saja yang menjawab. Katanya, walaupun aku dulu cuma kekasih gelapnya, tapi cinta dia sempat dalem ke aku. Kata-kata Kak Re malam itu semakin membuat aku nggak bisa lupain dia.

Untuk waktu ke depan, aku nggak mau pacaran dulu. Aku ingin menyimpan rasa sayangku ke Kak Re untuk sementara waktu sampai aku benar-benar melupakannya. Biarlah semua yang indah menjadi kenangan yang terus tersimpan dalam lubuk hatiku. Biarlah yang pahit kubuang bersama rasa sakit hatiku ini. Cukup satu kali aku merasakan pacaran dengan guru. Akan aku jadikan pengalaman yang tak akan pernah terulang.

Kamis, 21 November 2013


Hujan di Bulan Desember


Setelah hampir satu tahun ku berjalan bersisian dengannya, baru ku sadari bahwa cintanya tak kan pernah untukku. Meski ia selalu bilang tak ada yang lain, namun selalu ada kehangatan yang berbeda saat mata mereka bertemu. Kehangatan yang coba ku cari saat kau tatap kedua bola mata ini. Hingga detik ini, tak pernah ku temukan. Dan kuputuskan untuk akhiri semuanya. Maaf, jika melukai semua janji kita atau mungkin hatimu juga. Kupikir tak semudah itu terlupakan semua di benaknya. Namun yang kulihat aku hanya angin yang berlalu dan tanpa jejak yang tersisa di hidupmu.
Aku terhenti menggoreskan tinta pena, saat handphone di mejaku bergetar. Aku terpaku saat ku menatap nama yang tertera disana. Sakit itu mulai nampak kurasakan lagi, kupikir setelah sekian lama kami tak pernah bertemu, semuanya akan berlalu dengan mudah. Namun sepertinya akan kembali sulit bagiku mengubris semua rasa yang ada. Aku masih saja terdiam hingga handphoneku bergetar untuk kedua kalinya. Saat itu pikiranku melayang jauh, menyusuri waktu itu.
Hariku terasa sangat menyenangkan kali ini, meski dari kemarin aku tak tidur karena sibuk dengan pentas seni di sekolah. Tak kurasakan kantuk sedikitpun saat itu, mungkin karena aku terlalu bahagia saat itu. Ya, siapa yang tak bahagia bila orang yang kau cintai berada di sampingmu saat itu, meski kau terlalu sibuk hanya untuk sekedar mengobrol dengannya.
Sejak saat itu, kulalui hari-hari indah bersamanya, walau terkadang aku terlalu tak peduli dengan kehadirannya, tapi dengan sabar ia berada di sampingku. Sepuluh bulan sudah kulalui hari-hari indahku bersamanya. Jujur ketika itu aku terlalu sibuk dengan kegiatanku sendiri, tanpa pernah kusadari segalanya tak seindah dulu.
Tepat ketika hari jadi kami yang ke sepuluh bulan, hari yang tak akan kulupa sedikitpun detailnya. Hujan rintik-rintik membasahi segalanya di sekitarku, aku berlari untuk menemuinya, karena takut ia terlalu lama menunggu. Ku susuri setiap jejak langkah di jalan setapak, kakiku terlalu berat melangkah lagi hingga tak pernah sekalipun aku sampai kesana.
Di antara hujan yang semakin deras, kulihat segalanya terlalu indah untuk mengganggu kebersamaannya. Sejak saat itu kusadari semua, tatapan yang tak pernah bisa aku temukan saat kau menatapku sepanjang hari-hari kita. Ku balikkan badan dan habiskan hari itu sendirian dengan tatapan kosong di sudut jendela kamar. Dan sejak hari itu, aku benci hari saat bulir-bulir air turun membahasi bumi.
Tanpa sadar mataku terasa basah ketika handphone yang sudah ku genggam kembali bergetar. Ku tarik napas dalam-dalam dan ku tekan tombol angkat dengan sangat ragu-ragu, lalu ku tempelkan di telinga.
“ha…halo” kataku gugup
“hai, lama aku tak mendengar lagi suaramu, bagaimana kabarnya?” katanya. Aku tersentak mendengar kalimat itu, namun ku berusaha terdengar baik-baik saja di telinganya.
“a…aku baik-baik saja, kamu?” kataku
“bagaimana menurutmu, apakah terdengar tidak baik?” katanya tertawa ringan
“sepertinya baik, semoga?” kataku, berusaha rileks. Ia hanya tertawa ringan mendengar jawabanku.
“apakah aku mengganggumu?” tanyanya
“tidak” jawabku singkat
“emmm, apakah kamu ada waktu hari ini?” tanyanya lagi
“sepertinya tidak, ada apa?” tanyaku
“aku ingin bertemu denganmu, sudah lama kita tak pernah bertemu kan?” katanya. Hatiku langsung semakin kacau saat mendengarnya.
“hei, apakah kau mendengarku?” tanyanya
“i…iya” kataku gugup
“iya apa, jadi ketemu maksudmu? Kalau gitu aku tunggu jam lima, di tempat biasa kita yah” katanya lalu memutuskan teleponnya.
“Ada apa ini, apa yang harus aku lakukan” tanyaku pada diriku sendiri. Aku sebenarnya tak ingin lagi melihatnya, tapi kenapa dia harus datang lagi, belum cukupkah semua luka yang ada. Aku masih saja termenung di sudut jendela kamar, hujan rintik-rintik mulai turun membasahi bumi. Semuanya seakan kembali terulang lagi, waktu terus berjalan tanpa kusadari sudah mendekati jam lima sore, aku tersadar saat sms masuk ke handphoneku. “hemmm, dia lagi” aku bergumam, lalu kubuka smsnya.
Ku tunggu di tempat biasa
Jangan sampai terlambat yah :D
Ku taruh handphoneku di atas buku harianku, lalu bergegas menyiapkan diri untuk menemuinya. Aku tak tahu kenapa aku menemuinya, tapi tubuh ini seakan menolak semua rasa di hati dan menemuinya. Tanpa sadar aku sudah berada di tempat itu, aku mencari-cari sosoknya tapi tak kutemukan. “apa dia sudah berubah, tanpa bisa kukenali?” pikirku. Lalu aku tersentak saat seseorang menepuk bahuku.
“maaf yah, aku sedikit terlambat” katanya tersenyum, “ayo” ajaknya sambil memegang tanganku. Aku hanya memandangi tangan kami yang berpegangan dan mengikuti langkah kakinya. Kami langsung duduk di tempat yang kosong dan aku masih diam tanpa kata.
“tanganmu dingin sekali, kau kehujanan yah?” katanya panik
“ya…yah, sedikit” kataku
“maaf yah, sini tanganmu” katanya sambil menarik tanganku, lalu mulai mengusap-usap untuk menghangatkan tanganku. Aku hanya terpaku menatapnya, terasa semakin jelas di mataku semuanya terulang kembali. Tak lama waiters mendatangi meja kami dan ia langsung memesan minuman tanpa menanyakannya padaku.
“hot chocolate dan capucinno” katanya pada waiters, Ia masih ingat minuman favoritku ketika hujan, aku makin tak bisa berkata apa-apa saat itu. “kau masih menyukainya kan?” tanyanya meyakinkan dirinya sendiri.
“i…iya” kataku masih gugup
“sepertinya kau masih kedinginan” katanya khawatir, lalu langsung memanggil waiters.
“ada apa?” tanya waiters
“tolong dipercepat yah, saya tak ingin dia semakin kedingin…” katanya
“ti…tidak apa-apa” kataku menyela.
Waiters itu langsung meninggalkan tempat kami, tak lama kemudian pesanan kami datang. Aku masih terdiam memandangi kepulan asap hot chocolate di depanku.
“ayo diminum, biar kamu tidak kedinginan” katanya
Aku langsung meminumnya secara perlahan dan hati-hati. Ku alihkan pandanganku ke jendela di samping kami agar tak terlihat gugup di depannya dan merilekskan diriku sendiri.
“ternyata kamu masih tidak berubah yah, selalu menmandangi rintik-rintik hujan, sampai-sampai aku dicuekin” katanya memecah kesunyian. Aku hanya tesenyum menanggapi ucapannya.
“kau semakin cantik dengan senyuman itu, sudah lama sekali aku tak melihatnya” katanya tersenyum padaku. Aku langsung memandangi hot chocolate ku untuk menutupi kegugupanku yang semakin besar dan takut ia melihat rona merah di pipiku.
“sepertinya kamu sekarang jadi sedikit pendiam yah, atau kamu gugup karena kita baru bertemu lagi” katannya menebak sambil mencubit hidungku, “hidungmu masih saja pesek yah” katanya sambil tertawa. Tanpa sadar aku pun mulai kehilangan kegugupanku, dan kami mulai berbicara seperti dulu lagi, ya, seperti saat kami masih bersama.
Sejak saat itu kami lebih sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama, hingga membuatku lupa dengan luka yang ada. “apakah semua ini hanya mimpi? kalau memang begitu apakah aku harus terbangun atau tetap terlelap?” pikirku. Handphoneku berdering saat memikirkan semuanya.
“halo” kataku
“keluarlah, aku ada di depan rumahmu” katanya
“apa? Mau apa kam…” kataku
“cepatlah, aku tak ingin di luar sendirian” katanya menyelaku
Aku langsung menemuinya di depan rumahku. “mau apa dia ke rumah?” tanyaku sendiri. Saatku membuka pintu, aku langsung berlari menghampirinya.
“kenapa gak di dalam mobil aja nunggunya? Kan gak keujanan kaya gini.” Kataku. Ia hanya tersenyum menanggapi ucapanku.
Aku langsung membuatkannya teh hangat agar ia tidak kedinginan.
“ada apa ini?” tanyaku
Ia masih menyeruput teh hangat saatku menanyakannya.
“emm, tehnya enak sekali” katanya mengalihkan pembicaraan
Aku hanya memasang muka sedikit cemberut saat mendengarnya, ia hanya tertawa kecil melihat ekspresiku.
“sekarang kamu cepetan ganti baju, soalnya kita mau pergi” katanya
“pergi? Pergi kemana? Lagipula hujan begini” kataku
“udah, gak usah banyak nanya, cepat sana ganti baju” katanya
aku masih terdiam dalam kebingungan, sementara ia memaksaku. Aku tak tahu kami akan pergi kemana, semuanya serba mendadak dalam benakku. Di dalam mobil kami saling membisu satu sama lainnya. Aku ingin bertanya mau kemana kita, tapi enggan ku lakukan karena dia sedang sibuk dengan seseorang yang meneleponnya, hingga ia memarkirkan mobilnya. Memang, jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku namun aku tak tahu tempat apa ini. Kami langsung turun dari mobil, lalu ia menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya.
“sebenarnya kita mau kemana sih?” tanyaku penasaran
“liat aja nanti” katanya sambil tersenyum.
Aku terus mengikuti langkahnya hingga kami berada di tepi danau. Aku terpana melihat pemandangan disana, sungguh indah di tengah senja dan rintik hujan. Tiba-tiba ia menarikku ke jembatan yang membelah danau itu, aku sedikit berlari mengikutinya.
“nah, disini pemandangannya lebih oke” katanya padaku
“yap” kataku bersemangat, “oya, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu mengajakku kesini?” tanyaku
“se… sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan” katanya gugup
“tentang apa? Katakan saja” kataku
“apakah kamu merasa semuanya seperti dulu?” tanyanya padaku
“maksudmu?” kataku yang masih asyik memandangi senja yang memantul di riak-riak air danau.
“saat kita bersama dulu” katanya padaku.
aku langsung mengalihkan pandangan padanya, yang saat itu juga dia memandangku. Aku kembali memandangi danau dan berkata “kupikir”.
Luka itu kembali terasa dan bayangan hari itu terlintas kembali dlam benakku, sementara ia terus memandangku dan menarik tanganku.
“Keira, setelah cukup lama kita lalui lagi waktu bersama, maukah kamu kita bersama lagi? Seperti dulu” katanya padaku.
Mendengar ucapannya, membuat hatiku berdesir namun terlalu sakit dan terdiam.
“Keira…?” tanyanya.
Aku langsung menarik tanganku dalam genggamannya dan memandangi danau di bawah kami.
“apakah ini terlalu cepat?” tanyanya
“ti… tidak Alan” kataku.
Untuk pertama kalinnya aku kembali memanggil namanya lagi. Harus kuputuskan sekarang, harus kuungkap sekarang.
“lalu?” tanyanya
Ku tarik napas dalam-dalam untuk mengungkapkan segalanya dan kupegang erat kayu jembatan yang kami pijak.
“sejak hari tak pernah bisa kulepas semua tentang kita, sampai kamu datang kembali di hidupku dan saat ini kamu bilang ingin bersama kembali. Semua terasa seperti mimpi Alan, sudah lama aku menginginkannya, dan tanpa disangka semuanya benar terjadi. Tapi, itu dulu Alan, sekarang aku sudah tak menginginkannya lagi karena sudah terlalu lama ku menunggu” kataku sambil menatapnya. “Maaf, harus kuakhiri segalanya, terlalu banyak luka untuk memulainya lagi. meski ku akhirnya menemukan tatapan yang selama ini aku cari” Batinku.
Hari itu senja mulai ditelan malam gelap yang membias di riak-riak air danau, rintik hujan pun semakin terasa di hati kami yang membeku.

Selasa, 12 November 2013

CUKUP AKU DAN TUHAN YANG TAU


Pagi itu udara sedikit mendung, cuaca pun terasa lebih dingin dari hari-hari biasanya. Hal ini membuat sebagian mahasiswa yang ada di sofiah kost tampak begitu malas bergerak dari tempat tidur mereka. Namun tidak bagi seorang mahasiswa yang bernama Bayu. Bayu Bramanthio, begitu nama lengkapnya.
Mendung di pagi itu seakan tak menyurutkan langkahnya untuk berangkat ke kampus. Dengan langkah pasti ia mengayunkan kakinya ke kampus tempat ia kuliah.
Sesampainya di kampus, kelihatan sekali bahwa pagi itu kampus masih terasa sangat sepi. Di depan hanya tampak dua orang cewek yang baru saja tiba. Rany dan Cindy, begitu orang-orang memanggil mereka. Ya… Inilah penyebab mengapa Bayu begitu semangat datang ke kampus. Bayu tengah mengagumi salah seorang dari mereka, yaitu Cindy. Gadis itu memang mempunyai senyum yang istimewa, dengan lesung pipit di pipnya. Lantas saja Bayu begitu memguminya. Sudah lama Bayu menyimpan rasa terhadap Cindy, namun ia takut mengungkapkan lantaran takut nggak diterima karena mereka sudah bersahabat akrab sejak SMA.
Tengah asyik melamunkan gadis manis berlesung pipit itu, tiba-tiba saja bayu disentakkan oleh sebuah tepukan di pundaknya.
“Hey bro… Bengong aja, pagi-pagi udah ngelamun, ntar kesambet loh” Kata seseorang yang ternyata Irfan, sahabat dekat Bayu di kampus.
“Eh elo Fan, ngagetin aja… Nggak kenapa-kenapa kok Fan cuma lagi suntuk aja, sepi kali ya kampus pagi ini? Pada kemana nih penghuninya?” Sahut Bayu yang masih saja memperhatikan Cindy dan seakan membohongi perasannya sendiri.
“Ntar juga pada datang anak-anak tu, paling sekarang mereka masih pada tidur, udah ah.. Naik yuk, kita kan di ruang 7 pagi ini” Ajak Ifan untuk naik ke lantai 3 tempat mereka bakal kuliah pagi ini.
Tanpa jawaban Bayu langsung aja beranjak mengikuti Irfan yang sudah lebih dulu bergegas pergi. Begitu lah keseharian yang dilalui Bayu sebagai pemuja rahasia Cindy.
Waktu terus berjalan, tanpa terasa sekarang sudah bulan November, Ya… Seminggu lagi Cindy ulang tahun, tepatnya tanggal 16 November. Hal ini tentu saja tidak akan lupa oleh Bayu. Jauh-jauh hari ia sudah memikirkan untuk mengunggapkan perasaannya terhadap Cindy, Malaikat penyemangatnya selama ini. Namun ia agak sedikit bingung memikirkan strategi dan cara apa yang bakal bisa menaklukkan hati Cindy.
Seminggu berlalu, Esok adalah ulang tahunnya Cindy. Kali ini Bayu nggak bingung lagi apa yang akan ia lakukan untuk menyalurkan perasaannya. Semua sudah ia siapkan dari seminggu yang lalu.
Pas di hari ulang tahunnya Cindy, Bayu nggak kelihatan. Ternyata ia sengaja datang terlambat. Begitu rencana yang ingin ia lakukan.
Tak lama berselang, Bayu pun tiba di acara ulang tahunnya Cindy, dengan kado yang terbungkus di tangannya. Tampak olehnya Irfan dan Cindy tengah duduk berdua di meja sudut. Bayu pun menghampiri kedua temannya tersebut.
“Selamat ulang tahun ya Cin, Moga panjang umur dan sukses selalu” Ucap Bayu sembari menyalami Cindy
“Amin.. Makasih ya Bay” Jawab Cindy singkat
“Eh Bay, kok lo baru nongol? Kemana aja?” Kata Irfan yang baru ngeliat Bayu datang
“Sorry bro, gue da perlu tadi, makanya agak telat datangnya” Sahut bayu mengeles
“Ya udah, nggak pa-pa kok, yang penting lo udah mau datang ke acara ulang tahunku” Kata Cindy
“Ya kalo soal itu mah gue pasti datang lah Cin, eh gue ke belakang dulu bentar ya” Kata Bayu yang sengaja ingin menyiapkan semuanya buat ngungkapin perasaannya pada Cindy.
“Masa cepet amat lo mau kesana Bay, lo nggak mau ngucapin selamat dulu ama kita?” Ucap Irfan
“Selamat untuk apa? Kan tadi udah sama Cindy” Tanya aku yang agak sedikit bingung
“Kami baru jadian loh Bay” Jawab Cindy singkat
Bayu terdiam, jantungnya terasa berdetak lebih kencang. Usaha yang selama ini ia lakukan kandas di tangan sahabatnya sendiri. Sia-sia dengan apa yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Hatinya serasa dicabik-cabik oleh kedua temannya tersebut. Kecewa, ya.. itulah yang Bayu rasakan saat ini.
“Hey lo kenapa? Bengong aja, nggak seneng ya temen lo jadian?” Tiba-tiba suara Irfan menyentakkan lamunan Bayu
“Seneng kok, Selamat ya, ya udah gue ke belakang dulu” Ujar Bayu singkat dengan sedikit senyum kebohongan di mulutnya.
Langkah gontai dengan semangat patah bayu menuju ruang belakang. Hatinya menangis dengan kenyataan yang nggak ia duga sama sekali. Kado yang bawa nggak tau harus kemana ia letakkan. Perasaan yang terpendam nggak tau harus ke siapa ia ungkapkan.
Kecewa.. Cuma itu yang ia rasakan saat ini. Dalam hati Bayu bergumam, “Mungkin memang ini jalanku”

Jumat, 25 Oktober 2013

Rabu, 09 Oktober 2013


senyumku bukan untukmu lagi


Awalnya aku hanya bisa menatapmu dari jauh. Melihat senyummu, dan melihat kedipan matamu ke arahku, dan kuterpana oleh lirikan dan senyumanmu. Ku mencari tau tentang dirimu bukan karena aku kepo tapi aku peduli terhadapmu dan kupercaya kau akan memberi harapan kepadaku. Kulalui hari demi hari dengan kepercayaan bahwa kau akan memberi harapan itu.
Aku sering melihat kau tersenyum kepadaku, dan selalu kutunggu kau akan memenuhi harapan itu dalam artian kau akan mengucapkan kata yang selama ini kuharap kau ucap. Saat kau lewat di depanku, ku sangat senang karena harapan itu sudah kau perlihatkan untukku. Tetapi waktu terus berjalan dan seakan perlahan akan menimbulkan goresan tinta air mata di dalam kehidupanku, dan aku takut bila hal itu terjadi.
Hal itu kutunggu dan sampai saat ini kau belum mengucapkannya untukku, aku pun hampir menyerah, tetapi menyerah akan menghapuskan harapan itu, aku tetap tegar dengan kepercayaanku, kutetap menunggu kata itu, tetapi kulihat lirikan dan senyumanmu itu tidak tertuju kepadaku lagi, dan kupikir kata yang selama ini kutunggu tidak akan pernah kau ucapkan untukku, dan seakan langit tiba-tiba mendung dan turun hujan yang sangat deras, goresan tinta air mata sudah tertulis di di dalam kehidupanku, aku pun harus tetap tersenyum dan tidak menjatuhkan air mata yang selama ini terbuang dengan percuma, aku tau di luar sana ada yang membutuhkan senyumanku.